RESUME DAN REVIEW TIGA ARTIKEL ILMIAH

PENURUNAN STRESS TEMPERATUR TINGGI PADA BUNGA MATAHARI DENGAN PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN BAHAN KIMIA

RESUME:

Bunga matahari dominan tumbuh pada daerah tadah hujan, 90% produksi bunga matahari di daerah tropik dan semi kering tropik yang umumnya suhu tinggi, curah hujan rendah. Suhu tinggi (30°–40°C) akan menambah hasil kandungan minyak dan protein bunga matahari.

Peningkatan toleransi terhadap temperatur tinggi pada bunga matahari merupakan hal yang penting untuk menstabilkan hasil panen di daerah Tamil Nadu. Untuk itu perlu digunakan zat pengatur tumbuh tanaman dan bahan kimia yang berperan dalam memberikan adaptasi terhadap stress panas. Pengurangan efek sitokinin pada panas yang kritis pada tanaman sereal ditunjukkan oleh Ca2+ melalui respon pengatur tanaman terhadap berbagai macam stress termasuk panas. Peningkatan Ca2+ pada stress panas kemungkinan dapat menambah panas kritis dan membuat sel-sel tanaman dapat bertahan hidup lebih baik.

Tujuan penelitian: Untuk mengetahui efek dari beberapa zat pengatur tumbuh tanaman dan bahan kimia pada bunga matahari dalam bertahan pada temperatur tinggi.

Bahan dan Metoda

Pengujian dilakukan di lahan petani Aruppukotai Tamil Nadu selama musim panas 2004. Pengairan diberikan selama 1 (satu) minggu. Pada pengujian ini dilakukan penyaringan genotip bunga matahari yang toleran dan sensitif terhadap stress panas. Zat pengatur tumbuh dan bahan kimia yang digunakan dengan konsentrasi optimum 35-50 DAS. Pengujian dengan menggunakan rancangan split plot desain dengan tiga ulangan.

Petak Utama :  empat genotip bunga matahari Morden dan CO4 (toleran), EC68415 dan ARM242 (sensitif).

Anak Petak   :  Pengatur tumbuh dan bahan kimia (6 perlakuan)

– Brassinolide 0,1 ppm            – CaCl2 0,5%

– Salicyclic Acid 100 ppm       – Potassium dihidrogen Pospat 1,0%

– Benzil Adenin 10 ppm          – Kontrol

Parameter

Diameter bongkol, total jumlah biji, kerapatan biji, bobot 100 biji, hasil biji dan total produksi bahan kering, hasil panen dan indeks panen.

Hasil dan Pembahasan

Penggunaan bahan kimia brassinida, asam salicylic, benzil adenin, CaCl2, KH2PO4 meningkatkan diameter bongkol secara nyata dibandingkan kontrol pada genotip bunga matahari ARM242. Pemberian brassinolida 0,1 ppm memberikan diameter bongkol paling besar.

Bobot 100 biji

Bobot 100 biji menurun pada stress panas dibandingkan kontrol. Aplikasi bahan kimia efektif untuk meningkatkan bobot biji, terutama brassinolida. Bobot biji 3,5% pada CO4, 4,19% pada Morden, 16,74% pada EC68415 dan 20,29% pada ARM242.

Hasil Biji

Penyemprotan dengan ZPT mempengaruhi hasil biji dan terjadi peningkatan yang signifikan pada keempat genotip bunga matahari. Penambahan hasil terjadi karena peningkatan jumlah sink dan bobot pada biji, yang selaras dengan peningkatan efisiensi fotosintesis dengan stabilnya klorofil,  produksi lebih tinggi dan translokasi bahan organik dari source ke sink.

Total Produksi Bahan Kering (TPBK)

Secara umum biomasa akan menurun pada temperatur tinggi. Genotip CO4 lebih tinggi total produksi bahan keringnya dibandingkan dengan ARM242. Hal ini disebabkan karena aktivitas sumber dan translokasi asimilat lebih baik ke sink karena pemberian amelioran. Aplikasi Brasinolida meningkatkan TPBK tanaman yang lebih tinggi dimulai dari asam salisiklik, KH2PO4, BA dan CaCl2.

Indeks Panen

Faktor utama yang menunjukkan rendahnya hasil biji pada tanaman biji berminyak adalah rendahnya indeks panen dan terbatasnya laju fotosintesis bersih. Genotipe CO4, indeks panennya lebih besar dibandingkan yang lainnya. Secara umum aplikasi bahan kimia secara nyata meningkatkan indeks panen pada semua genotip.

Kesimpulan

  • Pengujian aplikasi ZPT dan bahan kimia untuk  brasinolid 0.1 ppm pada 35 dan 50 DAS melalui daun meningkatkan komponen hasil seperti : diameter bongkol, jumlah biji, hasil biji, TPBK dan indeks panen
  • Genotip yang sesuai adalah ARM242 yang menunjukkan respon lebih baik terhadap semua pemberian ZPT dan bahan kimia
  • Biaya tertinggi pada pemakaian Brasinolid 0.1 ppm

PENGARUH STRESS GARAM (NaCl) PADA PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN AWAL EMPAT SPESIES SAYURAN

RESUME:

Dua faktor utama lingkungan yang dapat menurunkan produktivitas tanaman adalah kekeringan dan salinitas. Salinitas merupakan faktor utama yang menghalangi peningkatan produksi pertanian di seluruh dunia. Salinitas dalam tanah dan air adalah faktor utama terjadinya stres dan khususnya daerah kering dan semi kering yang dapat membatasi produksi tanaman.

Salinitas mengganggu perkecambahan benih, menurunkan formasi nodul, memperlambat perkembangan tanaman dan mengurangi hasil panen. Dengan meningkatnya masalah salinitas, dilakukan penelitian terhadap empat spesies sayuran dengan memberikan konsentrasi garam yang berbeda untuk mempelajari efek kegaraman. Tanaman kubis agak sensitif terhadap tanah salin, tetapi gula bit merupakan tanaman kelompok ini yang paling toleran terhadap garam. Dua spesies yang toleran terhadap kegaraman yaitu : Canola B. napus dan B. camprestris.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh salinitas pada perkecambahan dan pertumbuhan awal bibit gula bit, kubis, bayam dan pakchoi serta untuk menemukan hubungan antara stres garam dan pertumbuhan.

Bahan dan Metoda

Benih Bit gula ( Beta vulgaris),  kubis ( BrassicaOleracea capitata L.), bayam (Amaranthus paniculatus) dan pak-choi (Brassica compestris) yang berbeda toleransinya terhadap garam. Benih kultivar gula bit, kubis, bayam dan pak-choi diperoleh dari Negeri China.

Pengujian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi NaCl terhadap perkecambahan, laju perkecambahan  (1/t50, dimana  t50 pada saat perkecambahan  50% ) panjang akar & pucuk dan bobot basah akar & pucuk bibit. Dalam pengujian digunakan plastik petri dish (diameter 87 mm, panjang 15 mm) dengan alat penutup/sealed yang erat.

Larutan yang digunakan yaitu : 0.0 (control), 4.7, 9.4 dan 14.1 dS/ m NaCl. Masing-masing spesies 10 benih untuk setiap perlakuan NaCl. Benih disortir dengan tangan untuk menyingkirkan biji yang rusak, kecil dan terinfeksi. Benih yang terpilih dikecambahkan di laboratorium dan diletakkan pada kertas saring dalam cawan petri, direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi tertentu. Perkecambahan benih diselidiki setiap 12 jam. Perkecambahan benih dimulai setelah 36 jam (benih yang telah berkecambah ditandai dengan munculnya akar). Perkecambahan benih dihitung dengan interval reguler. Panjang akar dan pucuk yang telah berkecambah lebih dari 2 mm panjangnya, diukur setelah 15 hari penebaran. Dalam semua perlakuan kelanjutan peningkatan perkecambahan sama baiknya antara akar dan pucuk selama pengamatan perkecambahan.

Penelitian menggunakan disain rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Kecenderungan garis linear ditransformasikan dalam bentuk Arcsin. Analisis varians menggunakan Ms-excel dan perbandingan rataan dengan uji LSD (p<0.005). Regresi linier dengan menggunakan Minitab versi 14.0.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkecambahan gula bit, kubis, bayam dan pakchoi sangat kuat dipengaruhi oleh semua perlakuan garam. Peningkatan konsentrasi garam akan menurunkan perkecambahan, penurunan perkecambahan yang drastis terlihat pada konsentrasi garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perkecambahan paling lambat pada pakchoi dengan perlakuan yang tinggi, sementara perkecambahan paling tinggi pada gula bit. Respon perkecambahan gula bit dan kubis pada 4,7 dS/m (decisiemens/m) tidak berbeda nyata dibanding kontrol.

Dari hasil analisa statistik terdapat perbedaan yang sangat nyata diantara ke empat sesies sayuran untuk bobot akar dan pucuk. Bobot basah akar dan pucuk secara nyata turun pada semua tingkat penambahan salinitas. Regresi linear menunjukkan hubungan antara stres garam dan perkecambahan benih. Hubungan negatif yang nyata pada R2 = 0.71, P < 0.001 untuk hasil pengujian antara stres garam dan panjang akar. Hubungan yang positif nyata telah diuji antara parameter perkecambahan dan pertumbuhan bibit.

Stres garam menurunkan dan menunda perkecambahan benih empat spesies sayuran yang diasumsikan dengan penambahan efek toksik pada ion-ion. Semakin tinggi konsentrasi garam akan menurunkan potensial air pada media sehingga menghalangi absorbsi air untuk perkecambhan benih. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan perkecambahan berhubungan dengan salinitas yang menyebabkan gangguan proses metabolisme dengan meningkatnya komponen fenolik. Asumsinya laju perkecambahan dan perkecambahan benih tahap akhir akan menurun dengan menurunnya pergerakan air ke dalam biji selama imbibisi. Stres salinitas dapat mempengaruhi perkecambahan benih melalui efek osmostik, garam menghambat perkecambahan karena stres osmotik atau toksisitas ion spesifik.

Dengan adanya faktor-faktor yang menghambat perkecambahan benih dan awal pertumbuhan bibit, maka perkembangan tanaman selanjutnya tidak optimal dan akhirnya akan menurunkan hasil dan produksi tanaman keempat spesies sayuran (gula bit, kubis, bayam dan pakchoi).

PERUBAHAN KANDUNGAN PITOHORMON DALAM PERKECAMBAHAN BENIH CHICKPEA PADA STRES TIMAH (Pb) DAN ZINC (Zn)

RESUME

Kegiatan ini menggambarkan perubahan kandungan fitohormon pada perkecambahan benih chickpea (Cicer arietinum cv.Aziziye-94) dalam merespon stres logam berat. Logam berat dalam konsentrasi tinggi menghambat perkecambahan benih, pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Mengganggu berbagai reaksi kimia dan fisiologis, seperti :

v  menyebabkan patahnya sintesis protein

v  pelukaan membran sel dan menurunkan transpirasi

v  rusaknya aparat fotosintesis dan menghambat laju fotosintesis

v  mempengaruhi aktivitas beberapa enzim dan meningkatkan peroksidasi lipida

Tujuan penelitian untuk menjelaskan tingkah laku secara gradual peningkatan konsentrasi logam berat Pb dan Zn, esensial dan non esensial untuk tanaman dalam perubahan hormon ABA, GA, Zeatin dan Zeatin Ribosida dalam perkecambahan benih chickpea.

Jika tanah terkontaminasi logam berat, tanaman akan menyerap logam melalui sistem akar. Timah (Pb) dan zinc (Zn) merupakan logam berat penting diantara polutan penyebab polusi lingkungan, terutama di daerah yang tekanan antropogeniknya tinggi. Kandungan logam berat yang berlebihan pada organisme menyebabkan masalah serius seperti bioakumulasi logam berat berlebih pada rantai makanan dengan tingkat bahaya yang tinggi.

Meskipun perkecambahan benih merupakan inisial dan fase krusial dalam siklus hidup tanaman, tetapi baru sedikit informasi tentang pengaruh logam berat dalam metabolisme hormon indegenous tanaman pada perkecambahan benih.

Bahan dan Metoda

Syarat perkecambahan dan pertanaman: benih Chickpea (Cicera rietinum L. cv. Aziziye-94) yang telah disterilisasi dengan  sodium hypochloride 1 % selama 5 menit dan dibilas dengan air destilasi. Kemudian benih ditempatkan dalam petri dish pada dua kertas filter. Petri dish berukuran 12 cm3 berisi 0.1, 1.0 dan 5.0 mM Pb2+ dari Pb(NO3)2 atau 0.1, 1.0 dan 10 mM Zn2+ dari  ZnCl2. Benih dikecambahkan selama 24, 48 and 72 jam dalam inkubator pada suhu 25 °C dan RH 50 %.

Ekstraksi, Purifikasi dan Determinasi Fithormon

Analisis sitokinin menurut Cakmak  et al. (1989), Kuraishi et al. (1991) and Zaffari  et al. (1998) dengan sedikit modifikasi. Sample tepung beku (2 g) dibubuhkan dalam nitrogen cair dan ditambahkan methanol dingin. Kemudian disimpan pada suhu 4°C selama 24 jam di dalam gelap, dihomogenkan. Filtrat difilter melalui PTFE filter (0.45  µm) (Cutting 1991, Battal and Tileklioğlu 2001). Setelah sampel menguap pada suhu 35 °C, ekstrak dilarutkan dalam 0.1 M KH2PO4 buffer (pH 8) dan disentrifuge pada 10 000 g selama 1 jam pada suhu 4°C. Kemudian supernatant ditempatkan dalam botol labu (50 cm3), masing-masing berisi 1 g polyvinyl polypyrrolidone (PVPP,  Sigma Chemical Co,  Dorset, UK), dicampur dan difilter. Hasil filtrasi diuji dengan Sep-Pak C18 (Waters Hichrom Ltd.,  Berkshire,  UK) cartridges (Machackova et al. 1993). Cartridge mengabsobsi  hormon yang terurai dengan 80 % methanol dan ekstrak disimpan dalam botol kecil. Ekstrak hormon diinjeksikan ke dalam HPLC untuk mendeteksi kandungan zeatin dan zeatine ribosida.

Analisis asam abscisic ditunjukkan oleh Zaffari  et al. (1998) dan Unyayar  et al. (1996) dengan beberapa modifikasi. Sampel jaringan yang telah dikering-bekukan (1 g) dan diselimuti dengan tepung dimasukkan dalam nitrogen cair dan homogen dalam 3 cm3 dari 100 % methanol. Zat homogen distirrer pada suhu 4°C selama 24 jam dalam gelap, dihomogenkan.

Kemudian hasilnya dilarutkan dalam 1.5 cm3 buffer potasium 0.5 M (pH 8.3). Fase kombinasi organik telah dipartisi tiga kali dengan heksana dan tiga kali dengan asam asetat pada pH 3. Asam asetat hasil kombinasi fraksi organik dipindahkan untuk mengurangi tekanan pada suhu 35 °C. Residunya dilarutkan dalam methanol 100 % dimasukkan ke dalam kolom Bondasil DEA (Waters Hichrom). Setelah kolom dicuci dengan  methanol 100 %, hormon yang diabsorbsi di larutkan dengan methanol yang berisi 0.5 % asam asetat dan bahan dari botol kecil (vial). Ekstrak hormon diinjeksikan ke dalam HPLC untuk mendeteksi ABA.

Analisis asam giberelic sama menurut Fujioka  et al. (1986), Cakmak et al. (1989) dan Wang  et al. (1992) dengan beberapa modifikasi.  Sampel jaringan yang telah dikering-bekukan (1 g) dan diselimuti dengan tepung dimasukkan dalam nitrogen cair dan homogen dalam 3 cm3 dari 100 % methanol. Zat homogen distirrer dalam metanol 80% pada suhu 4°C selama satu malam, kemudian disaring. Sisa hasil diekstrak kembali dengan metanol 80% selama 4 jam, difilter dan dicampur dengan supernatan. Metanol dipisahkan dari campuran filtrat dengan menguranginya pada tekanan 35 °C dan air sisa ditambahkan sehingga pH mencapai 2.5 (2 M HCl). Larutan ini telah dipartisi 3 kali dengan volume yang sama dengan etil asetat dan fase kombinasi organik yang telah dipartisi dengan 5 % (m/v) sodium bicarbonate (3 × 1/5 volume) dan memisahkan asam  gibberellic aciddan diinjeksikan ke dalam HPLC.

Untuk analisis HPLC dengan menggunakan sistem isokreatik. Ekstrak di dalam vial diinjeksikan ke dalam sistem HPLC dengan Waters Hichrom 6000 A pumps, detektor ultraviolet (Unicam Analytical Systems,  Cambridge,  UK) dan   Bondapak C18 column (Waters Hichrom) menggunakan acetonitrile (12.00 %; pH 4.98) seperti fase yang mobil. Laju aliran, tekanan dan panjang gelombang 2 cm3 min-1, 13.8 MPa, dan 265 nm, secara berturut-turut. Dalam kondisi ini, retensi GA3, Z, ZR, IAA and ABA dapat dibedakan 2.85, 3.88, 5.14, 7.17 dan 22.21 min untuk standar secara berurutan.

Analisis Statistik

Masing-masing percobaan diulang tiga kali. Analisis varians menggunakan one-way ANOVA dan uji SPSS 9.0 pada Microsoft Windows. Nilai tengah dibandingkan dengan uji Duncan atau Dunnett pada selang kepercayaan 0.05%.

Hasil dan Pembahasan

Pada pra pengujian, dibedakan  perkecambahan benih pada hari ke-5 yang dihambat dengan  25, 50, and 75 % pada larutan 0.1, 1.0 dan 5.0 mM Pb dan pada 0.1, 1.0 dan 10 mM Zn secara berurutan. Benih chickpea diketahui berkecambah secara lengkap umumnya saat 72 jam. Setelah waktu tersebut, jumlah benih yang berkecambah makin sedikit. Selanjutnya kandungan hormon tanaman selama perkecambahan benih terjadi pada 24, 28 dan 72 jam.

Kandungan asam abscisic (ABA) secara berangsur-angsur mengontrol penurunan benih selama perkecambahan. Tingkat minimum ABA terdeteksi pada 72 jam setelah perkecambahan. Benih Chickpea hampir seluruhnya berkecambah pada saat itu (90 %). Kandunga ABA dalam benih dapat menjadi subyek pembeda konsentrasi Pb atau Zn selama perkecambahan secara significan (P < 0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan benih kontrol.

Kandungan Gibberellic acid (GA3), sebagai kontrol melalui perkecambahan. Kandunga  maksimum GA3 terdeteksi pada  72 jam perkecambahan [8.65 µg g-1 (f.m.)]. Kandungan GA3 dalam benih  ditunjukkan dengan turunya content in the Pb decreased dengan meningkatnya konsentrasi Pb pada kontrol, secara berturut. Disampng itu, kandungan Z dalam benih kontrol sedikit meningkat sampai 72 jam perkecambahan.

Konsentrasi  Pb (0.1, 1.0 dan 5.0 mM) dan Zn (0.1, 1.0 dan10 mM) menurunkan perkecambah benih chickpea. Penurunan perkecambahan dan pertumbuhan dapat terjadi karena berhubungan dengan interferensi logam berat dalam proses metabolic untuk perkembangan normal. Dalam pengujian Pb 5 mM dan Zn 10 mM menghambat perkecambahan hingga 75 % pada penelitian dengan 5 mM Cd (toksik dan non essential untuk tanaman) juga menghambat sekitar 75 % perkecambahan benih chickpea. Data ini menunjukkan bahwa logam non esensial dapat lebih efektif dari pada yang esensial dalam menghambat perkecambahan benih.

Pengaruh Pb dan Zn dalam kandungan ABA : logam berat mempengaruhi efek inhibitor seiring dengan meningkatnya tingkat ABA indegenous dalam jaringan tanaman yang kemungkinan mengindikasikan pada fitohormon sebagian logam menentukan fitotoksisitas. Juga, tingkat ABA yang lebih tinggi pada tanaman yang sedang tumbuh di bawah stres salinitas dan sumber polusi logam berat.

Pengaruh Pb dan Zn pada kandungan GA3 : Kandungan GA3 di dalam benih kontrol secara gradual meningkat selama perkecambahan. Semua perlakuan konsentrasi Pb dan 1.0 ke 10 mM Zn menurunkan kandungan GA3 dalam perkecambahan.

Efek Pb dan Zn pada kandungan Z dan ZR: Cytokinins (CKs) terjadi bentuk ikatan  di dalam tRNA hampir pada sbagian besar organisme termasuk tanaman, tetapi tanaman memiliki sejumlah sitokinin bebas yang nyata.  Menurut hasil presentasi di dalam benih, secara umum meningkatnya konsentrasi Pb menunjukkan efek berlawanan pada kandungan Z dan ZR selama perkecambahan. Kandungan Z rendah pada awal perkecambahan dan secara berangsurangsur meningkat, tetapi kandungan ZR tinggi pada saat mulai perkecambahan kemudian secara berangsur-angsur turun. Dapat disimpulkan bahwa Z kemungkinan lebih bertanggung jawab dari pada ZR untuk perkecambahan benih pada kondisi stres Pb. Hal ini dapat menjelaskan bahwa faktanya Zn adalah logam esensial untuk tanaman.

Kesimpulan

  • Secara umum Pb meningkatkan kandungan ABA, Z dan ZR sementara laju perkecambahan dan kandungan GA3 menurun dalam perkecambahan benih chickpea.
  • Konsentrasi Zn yang tinggi menurunkan kandungan Z, ZR dan GA3, sementara pada konsentrasi  hanya 0.1 mM meningkatkan kandungan horman tersebut.
  • Respon hormon terhadap logam berat untuk perkecambahan benih berbeda-beda tergantung unsur esensial atau non esensial pada tanaman tertentu.
  • Terdapat interaksi hormon indegenous tanaman dengan toksisitas logam berat selama perkecambahan benih chickpea.

download versi pdf

Tinggalkan komentar